Terungkap! Biang Kerok PHK Massal di Industri Tekstil

This photograph taken on September 21, 2021 shows a general view of workers wearing face masks while working at the Maxport factory, which makes activewear for various textile clothing brands, in Hanoi. (Photo by Nhac NGUYEN / AFP)

– Amerika Serikat (AS) disebut-sebut menjadi penyebab terjadinya PHK massal industri tekstil dan alas kaki dunia. Hal ini dikarenakan aturan baru Negeri Paman Sam itu terkait larangan bahan baku dari Xinjiang, China.

Sebelumnya, Washington memberlakukan larangan bahan baku atau komponen yang diproduksi dengan kerja paksa Xinjiang sesuai aturan Undang-Undang Perlindungan Kerja Paksa Uighur (UFLPA). AS masih bersikeras ada kerja paksa di wilayah itu meski China menolaknya.

Ini akhirnya berdampak buruk bagi industri garmen dunia. Tercatat, 90.000 pekerjaan di industri ini hilang karena banyaknya barang yang ditolak AS di bawah aturan ini.

Yang paling merasakan dampak cukup parah dari aturan ini adalah Vietnam. menurut data bea cukai AS per 3 April, dari pengiriman pakaian dan alas kaki senilai US$ 15 juta yang ditahan untuk pemeriksaan UFLPA, lebih dari 80% berasal dari Vietnam. Dari angka itu, hanya 13% kargonya yang diizinkan masuk.

“Banyak importir AS masih optimistis, tetapi rantai pasokan mereka masih dapat terganggu karena pembuat pakaian Vietnam bergantung pada China untuk sekitar setengah dari bahan input mereka,” kata asosiasi industri negara tersebut kepada Reuters, Jumat (28/4/2023).

Selain itu, risiko kepatuhan dapat menyebabkan penyesuaian yang lebih menyakitkan bagi Vietnam. Apalagi, Vietnam adalah sumber utama pakaian katun warga AS.

“Ketergantungan besar Vietnam pada bahan tekstil katun dari China menimbulkan risiko signifikan mengandung kapas Xinjiang, karena provinsi tersebut memproduksi lebih dari 90% kapas China,” pungkas Sheng Lu, Direktur di Departemen Mode dan Studi Pakaian di Universitas Delaware.

Ia mengatakan tidak mungkin Vietnam dapat secara drastis mengurangi ketergantungan ini, juga karena banyak pabrikan di sana dimiliki oleh investor China.

Komisi Maritim Federal, badan AS yang bertanggung jawab atas transportasi laut internasional, memperingatkan awal bulan ini tentang potensi gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh pemeriksaan UFLPA.

Dalam survei tahun lalu, hampir 60% manajer industri fashion AS mengatakan bahwa mereka menjelajahi negara-negara di luar Asia untuk persediaan mereka sebagai reaksi terhadap undang-undang kerja paksa.

Sheng Lu mengatakan akan sulit bagi perusahaan AS untuk segera menemukan pemasok alternatif, oleh karena itu diharapkan lebih banyak pemeriksaan pada kargo Vietnam.

“Perusahaan Barat harus melakukan upaya yang lebih signifikan untuk memetakan rantai pasokan mereka, mencari tahu di mana produksi pada setiap tahap terjadi dan menunjukkan uji tuntas yang memadai,” katanya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*