Pandemi Covid-19 yang menyebar sejak 2020 lalu menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Berbagai mutasi bermunculan, hingga yang terbaru menciptakan varian Arcturus.
Di Indonesia, penyebaran varian Arcturus membuat lonjakan kasus Covid-19 kembali meningkat. Namun, ternyata masih ada orang yang sama sekali belum pernah kena virus mematikan ini.
Hal ini membuat peneliti penasaran dan mencari tahu alasannya. Mereka mencari tahu apakan fenomena ini ada kaitannya dengan gen.
Virolog di University of Surrey Lindsay Broadbent menyatakan bahwa salah satu penelitian yang dilakukan para ilmuwan di Amerika Serikat (AS) mengamati orang-orang yang sudah terpapar virus tetapi tidak terinfeksi.
Subjek peneliti adalah petugas kesehatan dan orang yang tinggal serumah dengan mereka yang terkonfirmasi Covid-19. Para peneliti memeriksa DNA dan mencari mutasi tidak biasa untuk menjelaskan hal tersebut.
Studi serupa sebelumnya telah dilakukan. Ilmuwan telah berhasil mengidentifikasi mutasi genetika yang membuat orang kebal terhadap HIV dan norovirus.
Teorinya, menurut Broadbent, jika mutasi genetika ditemukan, ilmuwan bisa mengembangkan perawatan yang efektif untuk penderita berbagai penyakit tersebut. Namun, memahami mutasi genetika saja tak cukup.
Di kalangan ilmuwan, memang sudah ada penelitian tentang kekebalan sebagian kecil orang terhadap norovirus karena mutasi genetika. Meskipun alasannya sudah diketahui, dunia sains masih belum bisa mengonversi pemahaman tersebut ke obat atau perawatan yang ampuh.
Langkah radikal yang pernah ditempuh adalah meng-“edit” gen saat manusia masih di dalam kandungan, seperti sekelompok bayi yang terkenal dengan nama “bayi CRISPR” dengan tujuan membuat mereka kebal HIV. Ini tentunya masih jadi perdebatan soal kelayakan etika di baliknya.
Alasan Orang Kebal Covid
Dikutip dari Science Alert, Jumat (28/4/2023), Broadbent mencatat mungkin bukan mutasi pada satu gen, melainkan kombinasi dari banyak gen yang akhirnya membuat mereka kebal pada Covid-19.
Namun, mengutak-atik lebih dari satu gen bisa menimbulkan dampak sampingan yang tidak diketahui. Peneliti bakal lebih kesulitan untuk mengembangkan perawatan berdasarkan penelitian seperti ini.
Karena itu, memahami mutasi gen yang membuat orang kebal Covid memang menarik untuk ilmu pengetahuan. Namun, bukan metode terbaik untuk mencari perawatan yang mujarab.
Selain soal mereka yang tidak terpapar, ada juga fenomena ‘Long Covid’. Ini adalah kondisi saat seseorang masih mengalami gejala Covid-19 setelah dinyatakan sembuh atau negatif.
Sudah banyak kasus yang dilaporkan terkait Long Covid-19. Termasuk dua juta orang di Inggris, dengan seperlimanya memiliki gejala parah hingga membatasi aktivitas sehari-hari secara signifikan.
Ada banyak teori terkait hal termasuk, misalnya peradangan kronis. Namun memang belum ada informasi yang pasti soal alasan seseorang terinfeksi Long Covid-19.
Penelitian genetika bisa fokus ke permasalahan ini. Daripada mencari gen yang membuat orang kebal terhadap Covid, Broadbent menyatakan lebih baik mencari gen yang membuat seseorang terus menderita dampak dari Covid, berbulan-bulan setelah terpapar.